PERHATIAN : Penulis Sekedar Berbagi Pengetahuan melalui tulisan ini. Kiranya bermanfaat Silahkan diBagikan, Namun Harus menyertakan Link sumber
Kunjungi Channel : = > YOUTUBE(Video Menarik), Jangan Lupa Subscribe/Langganan Untuk mendapatkan Video Menarik dan bermanfaat
Kunjungi Channel : = > YOUTUBE(Video Menarik), Jangan Lupa Subscribe/Langganan Untuk mendapatkan Video Menarik dan bermanfaat
A. Pengertian Warganegara
Istilah Warganegara dalam konteks kosa kata Bahasa Indonesia merujuk pada terjemahan: kata Citizen (Inggris) dan Citoyen (Perancis). Istilah Citizen secara etimologis berasal dari Romawi dari bahasa Latin, yakni dari kata Civis/Civitas sebagai anggota atau warga dari suatu Cyte-State. Kata ini dalam bahasa Perancis diistilahkan Citoyen yang bermakna warga dalam kota (cite) yang memiliki hak-hak terbatas. Citoyen atau Citezen bermakna warga atau penghuni kota. Warga dan kota adalah kesatuan yang bila ditelusuri secara historis adalah angggota dari suatu polis (negara) Warga dari polis historis bermula pada masa Yunani Kuno, dimana warga di Yunani dinamakan polite, sedang di Romawi warga dari republik disebut civis atau civitae. Dengan demikian konsep Polites (Yunani/Greek), Civis/ Civitas (Romawi Latin), Citoyen (Perancis) serta Citizen (Inggris) bermakna sama, yakni menunjuk pada warga atau penghuni kota yang pada masa lalu yang merupakan komunitas politik. Jadi konsep warga bukan hal yang baru, karena telah ada sejak pada masa Yunani Kuno dan Romawi yang dianggap tempat asalnya demokrasi. Dalam terminologi modern, istilah Citizen dalam kajian akademik berpengaruh luas dalam upaya untuk menjelaskan konsep warganegara maupun kewarganegaraan.
Menurut Tuner (1990), istilah Citizen (abad tengah/abad 15) saling bertukar pakai dengan istilah Denizen. Kedua istilah itu secara umum menunjuk warga atau penduduk kota, sedang orang-orang yang berada diluar kota (di luar Citizen-Denizen) disebut Subject. Subject pada awalnya adalah non warga kota yang terdiri dari anak-anak, wanita, budak dan penduduk asing. Dalam Rationalisme Barat, konsep Citizen memiliki karakter yang unik, karena amat dekat dengan gagasan tentang Civility (kesopanan) dan Civilation (peradaban). Untuk menjadi warga kota (Citizen) orang luar perlu melakukan proses Civilization atau menjadi Urban perlu ada proses Citinize bagi orang tersebut. Diperlukan beberapa persyaratan seseorang agar dikategorikan sebagai Citizen. Perkembangan konsep polites, civis, citoyen dan citizen yang pada mulanya bersifat tertutup (eklusif) dengan hak-hak yang terbatas. Melalui perjuangan panjang akhirnya wanita dan anak-anak sudah dapat menjadi bagian dari Civis dengan hak-haknya yang setara (equality).Misal wanita sudah memiliki hak suara dalam pemilu. Di Australia pemilu pada tahun 1902, di Kanada pemilu tahun 1918 dan di Amerika Serikat padatahun 1920. Sedangkan hak-hak anak sebagai warganegara baru berkembang pesat setelah adanya Konvensi hak anak internasional. Konsep mengenai Citizen, hak, kota, peradaban dan urban tak bisa dilepaskan dengan apa yang terjadi diYunani Kuno, yang memang di sanalah menja di kiblat dan cikal bakal (sumber acuan) berkembangnya konsep Citizen bagi dunia Barat. Pengertian warganegara harus dibedakan dengan penduduk (population) dan rakyat (people). Pengertian tentang warganegara telah dijelaskan di atas, maka perlu juga dijelaskan juga pengertian tentang penduduk dan rakyat.Adapun pengertian penduduk dan rakyat, adalah:- Penduduk(Population) adalah setiap orang yang menempati/bertempat tinggal di daerah/wilayajh teretentu, yang identitasnya ditandai dengan kepemilikan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Penduduk dibedakan:penduduk yang ber KTP daerah itu (mempunyai hak dan kewajiban, misal bayar pajak, ikut pilkada) dan penduduk yang tidak ber KTP di daerah itu, yakni penduduk pendatang/ musiman, misal: WNA dan penduduk lain daerah.
- Rakyat (People),
adalah semua warganegara yang mempunyai ikatan bathin dengan bangsa
dan negara itu, sehingga mempunyai kesanggupan dan kesediaan
diri untuk bela negara, terutama mengahadapi musuh, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri (HGAT). Rakyat adalah
warganegara yang mempunyai rasa memiliki, mencintai serta rela
berkorban demi bangsa dan negaranya. Dari sanalah akan tersirat nilai-nilai
patriotisme, nasionalisme dan heroisme.
B. Karakteristik Warganegara
Karakteristik warganegara
yang digambarkan oleh para filsuf tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
sosial politik, latar belakang dan institusi, di mana mereka
hidup. Menurut Aristoteles warganegara adalah orang
yang mampu menjalankan dirinya dalam berperan
di kehidupan politik, terkenal dengan ucapanya
bahwa manusia adalah:man as a political animal
atau zoon politicon. Menurut diawarganegara diklasifikasikan menjadi
dua, yakni:
1). Warganegara yang menguasai
atau memerintah (the ruling)
2). Warganegara yang dikuasai
atau diperintah (the ruled)
Warganegara yang memerintah
harus mempunyai kebajikan dan kearifan, sedangkan kebajikan dan
kearifan tidaklah begitu penting bagi yang diperintah. Semua warganegara adalah
bebas, sederajad dan harus siap untuk memerintah dan diperintah, maka semua
warganegara harus mempunyai satu keuatamaan dan kebajikan. Karakteristik
warganegara yang baik menurut Aristoteles adalah Civic Virtue
(keutamaan sipil) dalam dirinya.
Menurutnya
ada 4 komponen civic virtue, yakni :
1).
Temperance (kesederhanaan) termasuk self
control dan avoidance of extremes;
2). Justice (keadilan,
3), courage
(keberanian dan keteguhan) termasuk patriotism dan yang ke
4). Wisdom or prudence (kearifan dan
kesopanan) termasuk di dalamnya the
capacity for judment (Heater,2004).
Warganegara yang
mempunyai klasifikasi demikian akan menjadi warganegara
yang baik dan akan mampu memerintah secara baik
dan serta dia juga dapat diperintah secara baik pula. Sampai di
situ akhirnya dia menyatakan warganegara
ada yang yang termasuk good citizen
dan bad citizen. Good citizen berbeda
dengan good man, karena good citizen
ditentukan oleh konstitusi. Cicero (Romawi)
menyatakan bahwa tugas warganegara Romawi untuk adalah untuk saling
menghormati dan mempertahankan ikatan persaudaran bersama, dengan
menggantikan semua konsep yang membedakan anggota rasmanusia. Warga
hidup dalam arahan dan perlindungan
hukum Romawidengan memiliki kewajiban dan hak
yang sama. Warga ditur oleh hukumbukan
kaisar. Kewajiban warga adalah pelayanan militer
dan membayar pajak-pajak tertentu. Kewajiban khusus warganegara
ideal adalah menempatkan civic vitue , pada masa
Republik Romawi diartikan sebagai kemauan untuk mendahulukan kepentingan
publik (umum). Tradisi Republik dan kesediaan mendahulukan kepentingan
umum, ini natinya menjadi dasar-dasar bagi berkembangnya teori kewarganegaraan
republikan. Pemikiran abad 17 dan 18 seperti
Thomas Hobbes, John locke dan JJ. Rousseau membawa perubahan ke
arah paham indivualisme liberal. Mereka menganggap manusia
adalah sebagai individu-individu dan masyarakat sebagai koleksi individu
yang independen dan mengejar tujuan pribadi. Manusia secara
fundamental dianggap sebagai individu-individu yang
memiliki hak dan kepentingan. Individu
dipandang sebagai makhluk yang egois, berpikir dan
bertindak demi kepentingan semata-mata. Negara adalah hasil
kontrak antara individu, yang tugasnya menjamin pemenuhan hak dan kepentingan
warga (kontrak sosial).
Inilah pendapat mereka tentang
warganegara:
1). Thomas Hobbes,
berpendapat warganegara menunjuk pada
manusia dengan sifat politik yang fantatis,
penuh nafsu, kepentingan dan kebebasan, Hobbes terkenal dengan ucapannya:
homo homimhi lupus. Rationalitas kepentingan
pribadi secara sosial mendorong individu untuk
mencari kedamaian dan keamanan diri. Sejauh
kebebasannya terlindungi, induvidu akan puas dan bersedia menjadi
subjek kedaulatan negara
2). John locke, berpendapat
bahwa manusia dibekali dengan hak-hak alamiah (natural right),
sedangkan negara merupakan hasil persetujuan dari yang diperintah
(warga/rakyat). Berbeda dengan Hobbes
yang mendukung absolutisme negara, Locke
berpendapat bahwa kedaulatan negara tidak oberdiri di
atas civil soceity tetapi civil sosietylah yang membatasi negara.
3). J;J. Rousseou
mengidealkan sebuah masyarakat di mana setiap individu dapat
mengembangkan kebebasannya dan pada saat yang bersamaan dapat berprilaku
sebagai anggota komunitas yang besar dan loyal. Untuk mencapainya
individu sebagai suatu warga suatu negara
harus tunduk pada hukum yang mengespresikan
kehendak umum (volunte
general). Pemikiran Rousseau ini pada sisi lain mengembangkan pemikiran Kewarganegaraan
Republik Klasik. Dalam perkembangan konteporer para ahli
berupaya mengembangkan sejumlah karakteristik warganegara yang sejalan
dengan dunia modern. Istilah civic virtue yang diatikan sebagai
kebajikan kewarganegaraan yang berupa kemauan dari warganegara
untuk mengesampingkan kepentingan pribadi (privat) untuk menuju
ke kepentingan umum (publik). Civic virtue terdiri atas Civic
Dispotitionn and Civic Commitment (watak dan
komitmen kewarganegaraan). Watak kewarganegaraan merujuk pada sejumlah
kebiasaan dan sikap warga dalam menopang
berkembangnya fungsisosial yang sehat dan jaminan atas
kepentingan umum dalam sistem demokrasi. Komitmen warganegara
merujuk pada kesediaan secara sadar untuk menerima, memegang
teguh nilai dan prinsip demokrasi. Thomas Lickona dalam bukunya Education
for Character, menyatakan bahwa karakter mengandung tiga
bagian yang saling berhubungan, yakni moral knowing, moral
feeling dan moral behavior. Oleh karena itu karakter yang
baik selalu mengandung tiga hal,yakni mengetahui hal yang baik
(knowing the good, menginginkan hal yang baik ( desiring the good) dan
melakukan hal yang baik (doing the good. Moral knowing mempunyai indikator:
moral awareness, knowing moral values, perspecive taking, moral
reasoning, decision making dan self knowledge. Moral
feeling memiliki indikator : conccience, self
esteem, emphaty, loving the good, self control dan humality, sedangkan
Moral behavior/action mempunyai indikator: competence,
will dan habit. Kompetensi ideal seorang
warganegara menurut Magaret Stimman Branson, memiliki
3 kompetensi , yakni civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), civic skill (ketrampilan
kewarganegaraaan) dan civic dispotions (karakter
kewarganegaraan). Menurut dia civic dispostion terdiri dari
karakter privat dan publik sebagai hal yang esensial bagi pengembanan
demokrasi konstitusional. Karakter privat, misalnya : tanggung
jawab, moral, disiplin diri, penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia manusia, sedangkan karakter publik
misalnya: taat terhadap aturan, sikap kritis, sopan,
kesediaan mendengar, kemauan bernegoisasi dan kompromi. Dalam tulisannya
yang berjudul: From Character Development and Democratic Citzenship,
Character Count (2007), ia mengembangkan (6)enam pilar karakter
bagi kewarganegaraaan demokrasi, yakni;
1). Trustworthines (rasa percaya),
2) Respect
(rasa hormat).
3). Responcibility (tanggung jawab),
4).Fairness
(kejujuran),
5). Caring (kepedulian) dan
6.) Citizenship
(kewarganegaraan). Cogan dan Derricot (1998) mengidentifikasi
perlunya warganegara memiliki delapan (8) karakteristik
yang dipandang sebagai cerminan wargnegara ideal abad 21. Kedelapan
karakteristik tersebut adalah:
1). Kemampuan untuk
untuk melihat dan mendekati masalah sebagai anggota masyarakat global).
2). Kemapuan bekerja sama dengan
yangh lain dengan cara yang kooperatif dan menerima tanggung jawab atas peran
dan tugasnya di dalam masyarakat.
3). Kemampuan memahami, menerima
dan menghargai dan menerima perbedaan-perbedaan budaya.
4). Kapasitas berpikir dengan
cara yang kritis dan sistematis.
5). Keinginan untuk menyelesaiakan
konflik dengan cara tanpa kekerasan.
6). Keinginan untuk
mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtifnya,
untuk melindungi lingkungan.
7). Kemampuan bersikap
sensitif dan melindungi hak asasi manusia, misal-
nya hak wanita, hak etnis minoritas
dan hak-hak yang lainnya.
8). Keinginan dan
kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat
lokal, national maupun
internasional. Senada dengan karakter tersebut di atas, Louise
Douglas dalam bukunya Global Citizenship (2002)
juga memandang warganegara global sebagai orang yang:
- Menyadari dunia secara luas dan mempunyai perasaan sendiri sebagai warganegara.
- Pengakuan terhadap nilai-nilai keberagaman.
- Memiliki satu pemahaman bagaimana dunia bekerja secara ekonomis,
politis, sosial, kultural,
teknologi dan lingkungan.
- Menolak ketidakadilan sosial.
- Berpartispasi dan berperan dari tingkat lokal sampai global.
- Memiliki kemampuan untuk bertindak dan membuat dunia sehingga
sebagai tempat yang patut.
- Bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan mereka.
0 Komentar untuk "Kewarganegaraan (Pancasila 2)"